Ø
Definisi Emosi
Kata emosi berasal dari
bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar
dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan
suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan
berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam
kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
Ø
Jenis-jenis Emosi
Gembira
Sedih
Terkejut
Takut
Malu
Ø
Ayat Al-Quran tentang
perasaan atau jiwa
Allah swt telah
menciptakan dan menganugerahkan hati bagi manusia sebagai salah satu perangkat
kehidupan yang sangat vital, yang akan membantu melihat dan mendengar seruan
Allah swt, yang akan membantunya dapat merasakan apa yang tengah dirasakan oleh
orang lain. Namun, kita juga mengetahui bahwa segala sesuatu itu ada, tiada,
terjadi, dan tidak terjadi hanya karena Allah swt. Dari sana, kita juga tahu
bahwa Allah swt-lah yang telah menciptakan penyakit, dan Allah swt-lah yang
memiliki penawarnya. Dan satu-satunya penawar yang paling efektif dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam untuk menangkal atau mengobati penyakit
gelisah adalah dengan cara selalu mengingat Allah swt, sebagaimana telah
dikatakan dengan jelas oleh Allah swt di dalam Al Quran :
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". [ar Ra’d/13 : 28].
Ø
Teori Perkembangan Emosi
Tahun-tahun
awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat
fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter,
yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi
negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan
berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial. Perilaku awal emosi
dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif. Keluarga
dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan
perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya.
Emosi
memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak.
Woolfson,
2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa aman,
4. Merasa kompeten,
5. Mengoptimalkan kompetensi
Apabila
kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam
mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock,
1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial dan
anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1. Emosi menambah
rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah luapan
perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini
menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan
memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk
memperluas wawasannya.
2. Emosi menyiapkan
tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan dalam
tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang
cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk
bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul amarah. Apabila
persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya rasa
gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan emosi
mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu kemampuan
motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang
terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik
anak.
4. Emosi merupakan
bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan sebagainya
merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan
pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi mengganggu
aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi, belajar,
sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang
mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas
mentalnya.
6. Emosi
merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat
mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi
anak dalam menilai dirinya sendiri.
7. Emosi mewarnai
pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas sosial,
seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perkembangan
emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi
mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak
berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada
anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan
sosial.
9. Emosi
memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya
ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut.
Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana
psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang ditunjukkan kepada lingkungan
(covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan
umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia
akan menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa
tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila
diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap ekspresi emosi yang
diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat
sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang
perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang positif
pula.
Anak
mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh
ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa
sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide,
tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain :
ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan.
Pada
usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan emosi. Pada
usia 6 tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti
kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan (De Hart, 1992:348), tetapi
anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang. Pada
tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan emosi, yang mencakup :
1. Kapasitas untuk mengontrol dan
mengarahkan ekspresi emosional.
2. Menjaga perilaku yang terorganisir
ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk dibimbing oleh pengalaman
emosional.
Perkembangan
emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
1.
Pada bayi hingga 18 bulan
a.
Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam
membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta
interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur
memberikan rasa aman pada bayi.
b.
Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang
di sekitarnya.
c.
Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
d.
Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan
semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum
dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi
yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian
tertentu.
2.
Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a.
Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan
banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini
anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
b.
Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c.
Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3.
Usia antara 3 sampai 5 tahun
a.
Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif
sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan
anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
b.
Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan
sedih.
4.
Usia antara 5 sampai 12 tahun
a.
Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
b.
Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
c.
Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial
dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain.
Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar
apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi
agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d.
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang
norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi
bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal.
Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat
diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa
emosi mereka juga makin beragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar